Sebagian dari kita tentu pernah mendengar “Perusahaan Go Public” atau “Initial Public Offering (IPO)”. IPO telah menjadi cara bagi perusahaan untuk memperoleh sumber pendanaan baru sebagai sarana pendanaan jangka panjang. Semua perusahaan tertutup memiliki kesempatan untuk menjadi perusahaan terbuka dengan menawarkan dan menjual sebagian sahamnya kepada publik, sehingga membuka peluang bagi masyarakat untuk memiliki perusahaan tersebut (menanamkan modal) dan mencatatkan sahamnya di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) atau disebut sebagai “Bursa”. Namun, kita haruslah memahami terlebih dahulu pengertian dari IPO beserta syarat dan tata cara pelaksanaannya.
Pengertian Initial Public Offering (IPO)
Initial Public Offering atau IPO adalah sebutan bagi perusahaan privat yang akan go public dengan menjual sebagian saham mereka kepada publik untuk pertama kalinya. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, go public atau Initial Public Offering (IPO) adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat yang diatur dalam tata cara yang diatur dalam UU dan aturan pelaksanannya.
Persayaratan
Perusahaan dapat mencatatkan efeknya berupa saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam Papan Pencatatan Saham yang terdiri dari tiga yaitu: (i) Papan Utama, (ii) Papan Pengembangan dan (iii) Papan Akselerasi. Persyaratan IPO antara lain:
- Perseroan Terbatas (PT) sudah beroperasi sekurang-kurangnya 12 bulan
- Perusahaan memiliki aktiva bersih berwujud sekurang-kurangnya Rp5,000,000,000 (lima miliar rupiah) dengan laporan keuangan audit tahun buku terakhir memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian dari akuntan publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
- Menjual sekurang-kurangnya 150 juta saham atau 20% dari jumlah saham yang diterbitkan untuk ekuitas kurang dari Rp500,000,000 (lima ratus miliar Rupiah); 15% dari jumlah saham yang diterbitkan untuk ekuitas mulai dari Rp500,000,000 (lima ratus miliar Rupiah) sampai dengan Rp2,000,000,000,000 (2 triliun Rupiah); 10% dari jumlah saham yang diterbitkan untuk ekuitas lebih dari Rp2,000,000,000,000 (2 triliun Rupiah)
- Jumlah pemegang saham publik sekurang-kurangnya 500 pihak.
Tata Cara IPO
Mekanisme penawaran umum saham diawali dengan tahap persiapan yang memuat antara lain:
1. Memilih tim IPO Internal
Membentuk tim internal perusahaan yang berdedikasi untuk IPO dibentuk dengan tujuan untuk memperlancar dan mesukseskan IPO, khususnya penyampaian dokumen dan informasi yang dibutuhkan oleh para Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal.
2. Menunjuk Penjamin Emisi Efek, Lembaga, dan Profesi Penunjang
Penjamin Emisi Efek, Lembaga, dan Profesi Penunjang Pasar Modal yang telah berpengalaman diperlukan dalam persiapan dokumen dan persiapan IPO akan membantu perusahaan dalam proses IPO.
3. Melakukan Restrukturisasi Internal dan Diskusi Permodalan
Membuka potensi perseroan agar mendapatkan pendanaan yang optimal.
4. Memenuhi Persayaratan BEI dan OJK
Meyakinkan Perseroan telah memenuhi persyaratan menjadi Perusahaan Publik dan Perusahaan Terbuka yang diatur oleh OJK dan BEI, agar proses IPO dapat berjalan lancar, dan tetap patuh pada peraturan industri bisnis yang berlaku.
5. Menetapkan Struktur IPO
Memperhatikan strukur IPO dan potensial dilusi saham dari para pemilik (owner) apabila melakukan penawaran umum saham.
6. Melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)
Dalam rangka memperoleh persetujuan IPO dari Pemegang Saham.
7. Melengkapai Dokumentasi
Meyakinkan bahwa seluruh dokumen melengkapi persayaratan Otoritas Jasa Keuangan, Bursa Efek Indonesia, dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Penawaran Umum melalui sistem e-IPO
Sistem Penawaran Umum secara elektronik hadir sebagai terobosan baru dengan tujuan menarik minat pemodal. Demi tercapainya kepastian hukum, maka OJK menetapkan POJK 41/2020. POJK tersebut dibuat berdasarkan kewenangan yang dimiliki OJK yang didapat melalui UUOJK dan UUPM. Oleh karena itu POJK 41/2020 memiliki kedudukan kuat sebagai dasar hukum pelaksanaan Penawaran Umum melalui Sistem e-IPO.
POJK 41/2020 berusaha agar pemodal tidak mengalami kerugian berkaitan dengan kesalahan informasi, kebocoran data, kegagalan sistem, maupun kesalahan proses dalam Sistem e-IPO. POJK 41/2020 juga menerapkan sanksi administratif bagi pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan POJK 41/2020, hal tersebut sebagai bentuk perlindungan hukum bagi para pemodal. Namun perlu diingat kembali, bahwa dalam penerapannya POJK 41/2020 tidak dapat berdiri sendiri dalam memberikan perlindungan hukum kepada pemodal. POJK 41/2020 masih bergantung pada peraturan perundang-undangan di atasnya termasuk namun tidak terbatas pada UUPM, UU OJK, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU Perlindungan Konsumen.