Penerapan Good Corporate Governance Dalam Meningkatan Kinerja Perusahaan

Tata Kelola Perusahaan atau dikenal dengan Corporate Governance pada intinya membahas mengenai bagaimana cara suatu perusahaan diarahkan dan dikelola agar seluruh kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) diakomodir secara baik. Maka dari itu, perusahaan harus dikelola dengan seimbang dan baik, sehingga timbul istilah Good Corporate Governance (GCG).

Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU 40/2007) definisi GCG tidak ditemukan, namun banyak diatur di dalam peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini dikarenakan OJK melakukan fungsi pengawasan terhadap perusahaan terbuka dan perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan yang memerlukan tingkat kepatuhan terhadap aturan hukum.

Salah satu peraturan yang mengatur mengenai GCG adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 Tahun 2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian (POJK 73/2016). Dalam Pasal 1 angka 25 POJK 73/2016 diberikan definisi mengenai GCG bagi perusahaan perasuransian sebagai berikut:

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian yang selanjutnya disebut Tata Kelola Perusahaan Yang baik adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan organ Perusahaan Perasuransian untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai Perusahaan Perasuransian bagi seluruh pemangku kepentingan khususnya pemegang polis, tertanggung, peserta, dan/atau pihak yang berhak memperoleh manfaat secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika.

Dari pengeritan GCG yang diajukan oleh OJK, dapat diketahui bahwa pengertian tersebut menitikberatkan pada struktur perseroan, yakni pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan.

Mengenai UU 40/2007, secara eksplisit UU 40/2007 tidak menjelaskan tentang penerapan GCG, namun prinsip-prinsip GCG diterapkan secara implisit di dalam UU 40/2007.

Beberapa prinsip-prinsip GCG yang ditemukan dalam UU 40/2007 adalah sebagai berikut:

  1. Keterbukaan (transparency), ditemukan pada:
    1. Akta pendirian wajib memuat informasi mengenai pendiri perseroan serta anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat, serta informasi mengenai pemegang saham; (Pasal 8 ayat (2) huruf b )
    2. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran perseroan yang sifatnya terbuka untuk umum; (Pasal 29 ayat (5))
    3. Kewajiban Direksi mengenai pengungkapan informasi perseroan dalam bentuk laporan tahunan dan dapat diperiksa oleh pemegang saham dan ketidakpatuhan akan berujung pada sanksi; (Pasal 66 ayat (1) dan (2), Pasal 67 ayat (1), 69 ayat (3) dan 100 ayat (1) huruf b)
    4. Kewajiban bagi Direksi untuk meminta akuntan publik mengaudit laporan keuangan bagi perseroan yang memenuhi kriteria tertentu; (Pasal 68 ayat (1))dan
    5. Hak pemegang saham untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berkaitan dengan mata acara RUPS dan sejalan dengan kepentingan perseroan (Pasal 75 ayat (2))

 

  1. Akuntabilitas (accountability) terdapat pada:
    1. Pertanggungjawaban perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan atau ketika belum memperoleh status badan hukum; (Pasal 12 s.d Pasal 14)
    2. Larangan pengeluaran saham tanpa nilai nominal; (Pasal 49 ayat (2))
    3. Kewajiban Direksi untuk mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham serta mencatat pemindahan hak atas saham; (Pasal 50, Pasal 56, dan Pasal 100 ayat (1) huruf a )
    4. Kewajiban Direksi untuk menyusun rencana kerja tahunan yang disampaikan pada dewan Komisaris atau RUPS; (Pasal 63 dan Pasal 64)
    5. Fiduciary Duties bagi Direksi dalam menjalankan kepengurusan perseroan secara beritikat baik dan penuh tanggung jawab dengan konsekuensi pertanggungjawaban pribadi atas kerugian perseroan apabila lalai; (Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (1) huruf a) dan
    6. Fiduciary Duties bagi Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan perseroan secara beritikat baik dengan konsekuensi pertanggungjawaban pribadi atau kerugian perseroan apabila lalai.(Pasal 108 ayat (1) dan 114 ayat (1) dan (2) UU PT

 

  1. Pertanggungjawaban (responsibility):
    1. Kewajiban untuk mengubah anggaran dasar bagi perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai perusahaan publik; (Pasal 24 dan Pasal 25)
    2. Kewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perseroan; dan (Pasal 74)
    3. Pemeriksanaan terhadap perseroan apabila terdapat dugaan bahwa perseroan atau anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga (Pasal 138 ayat (1))

 

  1. Kemandirian (independency):
    1. Larangan kepemilikan saham silang (cross holding), baik secara langsung maupun tidak langsung dengan beberapa pengecualian; (Pasal 36 ayat (1))
    2. Larangan bagi anggota Direksi, Dewan Komisaris dan karyawan perseroan untuk menjadi kuasa pemegang saham dalam RUPS terkait pemungutan suara; (Pasal 85 ayat (4))
    3. Larangan adanya benturan kepentingan dalam melakukan tindakan pengurusan perseroan dan sanksi apabila ternyata menimbulkan kerugian, serta larangan bagi Direksi yang mempunyai benturan kepentingan untuk mewakili perseroan; (Pasal 97 ayat (5) huruf c dan 99 ayat (1) huruf b)
    4. Kewajiban setiap anggota direksi untuk melaporkan pemilikan saham miliknya dan keluarganya untuk menghindari benturan kepentingan dengan kosekuensi pertanggungjawaban pribadi jika tidak dipatuhi. (Pasal 101 ayat (1))

 

Tingkatkan mutu Perusahaan/Bisnis Anda dengan menerapkan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik. Hubungi Bro Legal Sekarang untuk membantu Kepatuhan Bisnis Anda!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *