Arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk dan menaati keputusan hakim yang mereka pilih. Arbitrase kerap dilakukan karena proses penyelesaian sengketanya yang lebih fleksibel dibandingkan dengan penyelesaian di pengadilan. Dalam penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase, para pihak yang bersengketa dapat lebih dulu mempersiapkan diri untuk menyampaikan bukti-bukti dan keterangan terkait sengketa yang diperkarakan ketika penyelesaian sengketa sedang berlangsung. Para pihak juga diberikan hak untuk mengutarakan argumen masing-masing.
Hal ini tentu berbeda dengan persidangan di pengadilan negeri yang terkesan kaku dan hanya bertukar dokumen sidang. Apabila tidak ada saksi yang diajukan dalam perkara tersebut pun, pembuktian hanya sekadar menyerahkan dokumen. Akan tetapi fungsi arbitrase dalam penyelesaian sengketa tidak hanya sekedar mendengar kesaksian, memeriksa bukti, dan menetapkan putusan secara kaku. Majelis atau arbiter tetap lebih dulu mengusahakan adanya perdamaian antara kedua pihak yang tengah berselisih.
Majelis atau arbiter wajib mengusahakan jalan damai bagi kedua belah pihak, baik atas usaha sendiri atau dengan bantuan pihak ketiga. Jika persetujuan damai ini disepakati, maka Majelis atau arbiter menyiapkan sebuah memorandum yang berisi persetujuan damai kedua belah pihak secara tertulis. Memorandum tersebut memiliki kekuatan hukum dan mengikat kedua belah pihak. Namun apabila jalur mediasi tidak berhasil dan tidak ada kesepakatan untuk damai dari kedua belah pihak, maka prosedur pemeriksaan dan persidangan arbitrase tetap dijalankan sebagaimana mestinya.
Dalam penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase, para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri acara arbitrase yang digunakan. Pihak-pihak yang bersengekata dalam klausula arbitrasenya harus menyertakan akan menyelesaikan sengketa dengan melalui lembaga (institusional) atau ad hoc.
1. Lembaga Arbitrase
Lembaga arbitrase ini didirikan dan bersifat melekat pada sebuah lembaga tertentu. Umumnya, lembaga arbitrase institusional memiliki prosedur dan tata cara dalam memeriksa kasus tersendiri. Arbiternya pun diangkat dan ditentukan oleh lembaga arbitrase institusional sendiri. Di Indonesia, terdapat dua lembaga arbitrase yang dapat menjadi penengah kasus sengketa, yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), BAPMI (Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia), dan BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia).
2. Ad Hoc
Sifat arbitrase ad hoc hanyalah sementara, artinya dibentuk setelah sebuah sengketa terjadi dan akan berakhir setelah putusan dikeluarkan. Arbiternya dapat dipilih oleh masing-masing pihak yang berselisih. Namun jika para pihak tidak menunjuk arbiter sendiri, mereka dapat meminta bantuan pengadilan untuk mengangkat arbiter sebagai pemeriksa dan pemutus kasus sengketa. Adapun syarat-syarat seorang arbiter juga telah tertuang dalam pasal 9 ayat 3 Peraturan Prosedur Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
Dalam hal para pihak sepakat bahwa arbitrase akan dilaksanakan berdasarkan aturan suatu lembaga arbitrase atau aturan ad hoc maka prosedur arbitrase akan tunduk pada ketentuan lembaga arbitrase atau aturan ad hoc tersebut.
Terdapat syarat arbitrase yang harus dipenuhi diantaranya :
Para Pihak memiliki perjanjian yang memuat bahwa Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris. yang memuat :
- masalah yang dipersengketakan;
- nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
- nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
- tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;
- nama lengkap sekretaris;
- jangka waktu penyelesaian sengketa;
- pernyataan kesediaan dari arbiter; dan
- pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
perjanjian tertulis yang tidak memuat hal tersebut diatas batal demi hukum. Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan tersebut di bawah ini:
- meninggalnya salah satu pihak;
- bangkrutnya salah satu pihak;
- novasi;
- insolvensi salah satu pihak;
- pewarisan;
- berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok;
- bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau
- berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
Berikut merupakan prosedur arbitrase:
- Pendaftaran dan permohonan
Untuk bisa memulai proses arbitrase, pihak-pihak terlibat harus mendaftarkannya terlebih dahulu. Pemohon menyampaikan permohonannya kepada Badan Arbitrase yang telah disepakati. Dalam hal permohonan, para pihak harus membarenginya dengan pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi kepada institusi bersangkutan. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai jika para pihak belum membayar biaya-biaya terkait. dalam permohonan arbitrase harus berisi hal-hal sebagai berikut:
- Nama dan alamat lengkap Pemohon dan Termohon;
- Penunjukan klausula arbitrase yang berlaku;
- Perjanjian yang menjadi sengketa;
- Dasar tuntutan;
- Jumlah yang dituntut (apabila ada);
- Cara penyelesaian sengketa yang dikehendaki; dan
- Perjanjian tentang jumlah arbiter
- Penunjukan Arbiter
Pemohon dan termohon dapat menunjuk seorang untuk menjadi arbiter paling lambat 14 hari terhitung sejak permohonan arbitrase didaftarkan atau dapat langsung menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua Lembaga Arbitrase. Forum arbitrase dapat dipimpin hanya oleh seorang arbiter (arbiter tunggal) atau Majelis sesuai kesepakatan para pihak. Adapun yang dimaksud dengan arbiter tunggal dan Majelis adalah seperti berikut ini.
- Jika diinginkan cukup arbiter tunggal, Pemohon dan Termohon wajib memiliki kesepakatan tertulis mengenai hal ini. Pemohon mengusulkan kepada Termohon sebuah nama yang akan dijadikan sebagai arbiter tunggal. Apabila dalam kurun waktu 14 hari sejak usulan diterima tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka Ketua Pengadilan dapat melakukan pengangkatan arbiter tunggal.
- Jika diinginkan Majelis, maka Pemohon dan Termohon masing-masing menunjuk seorang arbiter. Karena jumlah arbiter harus ganjil, arbiter yang ditunjuk oleh dua belah pihak harus menunjuk seorang arbiter lagi untuk menjadi arbiter ketiga (akan menjadi Ketua Majelis). Jika dalam kurun waktu 14 hari belum mencapai kesepakatan, maka Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter ketiga dari salah satu nama yang diusulkan salah satu pihak.Sementara itu, apabila salah satu pihak tidak dapat memberikan keputusan mengenai usulan nama arbiter yang mewakili pihaknya dalam kurun waktu 30 hari sejak Termohon menerima surat, maka seorang arbiter yang telah ditunjuk salah satu pihak menjadi arbiter tunggal. Putusan arbiter tunggal ini tetap akan mengikat dua belah pihak.
- Pemeriksaan Permohonan
Setelah menerima permohonan, dokumen, dan biaya pendaftaran, Badan Pengurus Lembaga Arbitrasi akan memeriksa dan memutuskan apakah Lembaga Arbitrasi memang berwenang untuk melakukan pemeriksaan sengketa
- Penunjukkan Sekretaris Majelis
Setelah Dewan Lembaga Arbitrasi menentukan bahwa Lembaga Arbitrasi berwenang memeriksa. Kemudian, setelah pendaftaran permohonan tersebut, seorang atau lebih Sekretaris Majelis harus ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut.
- Penyampaian Permohonan Arbitrase kepada Termohon
Sekretariat Lembaga Arbitrase yang telah ditunjuk kemudian menyiapkan salinan permohonan arbitrase pemohon dan dokumen-dokumen lampiran lainnya dan menyampaikannya kepada Termohon.Termohon memiliki waktu sebanyak 30 hari untuk memberi jawaban atas permohonan tersebut. Hal ini merupakan kewajiban Termohon. Termasuk di dalam jawaban tersebut adalah usulan arbiter. Apabila dalam jawaban tersebut tidak disampaikan usulan arbiter, maka secara otomatis dan mutlak penunjukan menjadi kebijakan Ketua BANI.Batas waktu 30 hari dapat diperpanjang melalui wewenang Ketua BANI dengan syarat tertentu. Termohon menyampaikan permohonan perpanjangan waktu untuk menyampaikan jawaban atau menunjuk arbiter dengan menyertakan alasan-alasan yang jelas dan sah. Maksimal perpanjangan waktu tersebut adalah 14 hari.
- Tanggapan Termohon
Dalam jangka waktu 30 hari tersebut, Termohon harus mengajukan tanggapannya kepada BANI untuk kemudian diserahkan kepada Majelis dan Pemohon. Jawaban tersebut harus mengandung keterangan mengenai fakta-fakta yang mendukung permohonan arbitrase berikut butir-butir permasalahannya. Di samping itu, Termohon juga berhak melampirkan data dan bukti lain yang relevan terhadap kasus tersebut.Jika ternyata Termohon bermaksud untuk mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi), maka tuntutan tersebut dapat pula disertakan bersamaan dengan pengajuan Surat Jawaban. Jika termohon mengajukan tuntutan balik maka akan dikenakan biaya tersendiri dan harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Apabila tanggungan biaya ini terselesaikan oleh kedua belah pihak, barulah tuntutan balik akan diperiksa dan diproses lebih lanjut bersama-sama dengan tuntutan pokok.
-
Sidang Pemeriksaan
Persidangan arbitrase sifatnya tertutup dan hanya dapat dihadiri oleh pihka-pihak yang bersangkutan maupun pihak yang diberikan kuasa untuk menghadiri persidangan tersebut. Persidangan arbitrase secara penuh dikendalikan oleh Arbiter dengan tetap memperhatikan prosedur dan ketentuan perundangan yang berlaku. Dalam setiap persidangan selalu dimungkinkan kepada para pihak untuk melakukan negosiasi di luar sidang dan dapat diadakan setiap saat atas persetujuan para arbiter dan para pihak.Kesempatan juga harus diberikan oleh para arbiter kepada para pihak untuk melakukan mediasi. Mediasi dilakukan di luar persidangan arbitrase dan bukan merupakan bagian dalam proses jalannya arbitrase. batas maksimal pemeriksaan sengketa adalah 180 hari terhitung sejak Majelis atau arbiter ditetapkan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi faktor Majelis atau arbiter memperpanjang masa pemeriksaan adalah:
- salah satu pihak mengajukan permohonan hal khusus;
- merupakan akibat ditetapkannya putusan provisional atau putusan sela lainnya; atau
- dianggap perlu oleh Majelis atau arbiter.
Putusan akhir paling lama ditetapkan dalam kurun waktu 30 hari sejak ditutupnya persidangan. Sebelum memberi putusan akhir, Majelis atau arbiter juga memiliki hak untuk memberi putusan-putusan pendahuluan atau putusan-putusan parsial. Namun, bila dirasa diperlukannya perpanjangan waktu untuk menetapkan putusan akhir menurut pertimbangan Majelis atau arbiter, maka putusan akhir dapat ditetapkan pada suatu tanggal berikutnya.