Penyelesaian Sengketa Merek

Merek merupakan salah satu bagian terpenting atas suatu produk yang dihasilkan perusahaan/korporasi. Merek dapat menjadi nilai tambah untuk produk barang atau jasa. Misalnya saja, 2 (dua) buah botol yang diisi dengan jus buah dengan kualitas dan kuantitas yang sama, maka botol jus yang diberi merek akan dianggap lebih bagus dan lebih mudah diingat daripada botol jus yang tanpa merek, sehingga melekat di ingatan konsumen. Dengan demikian, merek memiliki kontribusi penting bagi perusahaan dalam proses pemasaran suatu produk. Untuk itu, banyak dari perusahaan melakukan pendaftaran merek, agar tidak serta merta dapat diambil atau digunakan secara tanpa hak oleh pihak lain. 

 

Dalam proses pendaftaran sebuah Merek, tidak menutup kemungkinan muncul sengketa antar pemilik yang merasa memiliki Merek. Biasanya kasusnya antara dua atau beberapa orang yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan. Padahal, para pihak itu tidak memiliki relasi apapun dan bahkan tempat usahanya bisa berjauhan. Atau yang kedua adalah oknum plagiator yang mendaftarkan suatu Merek dengan itikad tidak baik, ilegal dan secara tanpa hak serta tanpa sepengetahuan pemilik Merek. Yang kedua inilah yang berbahaya, oleh karena itu pendaftaran merek secara dini merupakan langkah untuk menghindari permasalahan tersebut. 

 

Bentuk sengketa Merek dapat bervariasi, antara lain: 1) Terdapat dua Merek yang dimohonkan pendaftaran di kelas yang sama; dan 2) Terdapat dua Merek yang sudah terdaftar di kelas yang berbeda, namun yang satu beritikad tidak baik sehingga pemilik Merek yang asli menggugatnya. Lalu, setelah sengketa merek terjadi, apa saja penyelesaian sengketa merek yang dapat dilakukan?

 

Dalam sengketa merek pasti ada pihak tergugat dan penggugat. Pihak tergugat adalah pemilik merek terdaftar dimana gugatan yang diajukan merupakan pembatalan atau penghapusan merek. Gugatan tersebut diajukan karena pihak tergugat menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis yang telah terdaftar. Proses gugatan sengketa merek itu merupakan kewenangan absolut dari pengadilan niaga maka terdapat beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan untuk suatu sengketa merek baik secara hukum perdata, pidana, maupun secara tata usaha negara. 

 

Upaya hukum yang dapat dilakukan secara perdata berupa pengajuan gugatan pembatalan merek, penghapusan merek, gugatan atas pelanggaran merek, dan gugatan atas putusan komisi banding merek. Upaya hukum sengketa merek secara pidana, dapat dilakukan apabila terdapat delik aduan maupun pihak lain yang tidak memiliki hak atas merek melakukan produksi dan/atau memperdagangkan tanpa izin. Upaya hukum sengketa merek secara tata usaha negara dapat dilakukan gugatan terhadap keputusan penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Menteri Hukum dan HAM. 

 

Sebelum mengajukan gugatan, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh pihak penggugat yaitu berupa surat kuasa, surat gugatan, bukti legalitas kepemilikan merek, menginventarisir bukti-bukti kuat untuk gugatan, dan melakukan registrasi ke pengadilan. Dalam suatu proses penyelesaian sengketa merek, DJKI memiliki tugas untuk menghadiri persidangan jika menjadi pihak yang masuk dalam gugatan. DJKI juga wajib menjalankan putusan pengadilan dengan catatan apabila DJKI telah menerima hasil salinan resmi putusan dari suatu sengketa merek.

Penyelesaian Sengketa 

Berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis penyelesaian sengketa merek dilakukan di pengadilan niaga yang merupakan badan peradilan khusus, arbitrase, atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Apabila yang terjadi jalan menuju perdamaian mengalami jalan buntu, dimana para pihak yang berperkara saling berbeda pendapat dan masing-masing pihak bersikukuh tetap pada pendiriannya, sehingga kelanjutannya meminta bantuan penyelesaian kepada pihak ketiga. Biasanya pihak yang merasa dilanggar haknya menyelesaikan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan.

Sebagaimana dibahas di atas penyelesaian perkara adalah tergantung kepada pemilihan para pihak yang berperkara. Berdasarkan peraturan Undang- undang yang berlaku di negara kita terdapat 3 (tiga) lembaga yang dapat digunakan untuk menyelesaian perkara, yaitu jalan lain menyelesaian Sengketa, Arbitrase, Pengadilan, dan Para pihak yang bersengketa bisa memilih satu di antara ketiga lembaga tersebut.

  • Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

Lembaga APS diatur di dalam Bab II Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase, yang menghendaki agar para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya sendiri yang tujuannya tidak lain adalah untuk memperoleh kesepakatan atau perdamaian.

Menggunakan lembaga APS untuk menyelesaikan sengketa bahwa para pihak memang sudah berkehendak untuk menyelesaikan di luar pengadilan dengan maksud agar perdamaian dengan sungguh-sungguh dapat tercapai. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengatur dengan jelas dan tegas tentang tata cara untuk mencapai kesepakatan menuju perdamaian. Sebelum Undang- undang ini dilahirkan usaha perdamaian yang dilakukan oleh pihak bersengketa mengikuti caranya sendiri, sehingga tidak ada cara yang seragam untuk menjadi pegangan bagi masyarakat. Dengan adanya Undang-undang tersebut, maka dengan lembaga APS digunakan sebagai alat untuk mencapai perdamaian.

  • Arbitrase

Arbitrase adalah penyelesaian perkara dengan menggunakan arbiter atau wasit. Lembaga ini diatur dalam Bab III dan seterusnya Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999. Para pihak yang bersengketa untuk dapat menyelesaikan sengketa ke lembaga arbitrase wajib berdasarkan perjanjian. Mereka dengan sengaja membuat perjanjian untuk menyelesaikan sengketa ke arbitrase. Selain dapat memilih arbiter sendiri, mereka juga dapat memilih tempat penyelenggaraan persidangan arbitrase.

Sebelum lahirnya Undang-undang No. 30 Tahun 1999 di negara kita, peraturan arbitrase berlaku ketentuan Pasal 615 sampai dengan pasal 651 Reglement op de Rectverdering (Rv) Staatsblad 1847: 52 dan Pasal 377 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) Staatsblad 1941: 44 dan Pasal 705 Rechtsreglement Buitengewesten (R.Bg) Staatsblad 1927: 27. Adapun objek sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa- sengketa di lingkungan perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai semuanya oleh pihak yang bersengketa. Dengan melihat objek sengketa tersebut maka pelanggaran hak atas merek merupakan sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase karena merek ruang lingkupnya berada di bidang perdagangan.

  • Pengadilan

Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa : 

  1. Gugatan ganti rugi; dan/atau
  2. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *