Perizinan dan Penerapan Usaha pada Sektor Migas

Perizinan adalah suatu proses pemberian legalitas secara administrasi yang digunakan sebagai dasar kegiatan usaha, dalam hal ini pada sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas). Peran Migas di Indonesia cukup penting karena menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Nasional sejak awal kemerdekaan.  Industri migas sendiri memiliki kegiatan usaha hilir yang bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga. 

 

Perizinan Usaha Pada Sektor Minyak dan Gas Bumi juga diatur diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 52 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perizinan Pada Kegiatan Usaha Minyak Dan Gas Bumi (Permen ESDM 52/2018) yang mengatur mengenai regulasi perizinan berusaha minyak dan gas bumi.

Perizinan pada kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi meliputi (Pasal 4 Peraturan Menteri ESDM 52/2018)

  1. Izin Survei;
  2. Izin Pemanfaatan Dana Minyak dan Gas Bumi;
  3. Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi;
  4. Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi;
  5. Izin Usaha Pengankutan Minyak dan Gas Bumi;
  6. Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi. 

Terkait  perizinan, pemerintah  kemudian  mengeluarkan  Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP No. 5 Tahun 2021). Lebih  lanjut,  dikeluarkan  pula  PeraturaBadan  Koordinasi  Penanaman  Modal  Nomor  4 Tahun  2021  tentang  Pedomandan  Tata  Cara  Pelayanan  Perizinan  Berusaha  Berbasis  Risiko dan  Fasilitas Penanaman Modal  (PerBKPM  No.  4  Tahun  2021)  yang  pada  pokoknya peraturan  perundang-undangan  di  atas  mengatur  bahwa  perizinan  berusaha. dilakukan  berdasarkan penetapan  tingkat  risiko  dan  peringkat  skala  kegiatan usaha.

 

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dalam memulai kegiatan usaha pelaku  usaha  wajib  persyaratan  dasar  perizinan  berusaha;  dan/atau  perizinan berusaha berbasis risiko. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan persyaratan dasar perizinan berusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PP Nomor 5 Tahun 2021 meliputi: 

a)    Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR);

b)    Persetujuan Lingkungan;

c)     Persetujuan Bangunan Gedung (PBG);

d)  Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

 

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)

KKPR merupakan suatu jenis perizinan yang menjadi acuan baru di dalam melakukan perizinan berusaha sebagai pengganti izin lokasi dan izin pemanfaatan ruang dalam membangun dan mengurus tanah. Selain melakukan perubahan terhadap nama izin lokasi dan pemanfaatan ruang, KKPR juga melakukan perubahan terhadap konsep serta prosedur perizinan berusaha. KKPR ini berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pekaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha.

 

Adapun tahapan dalam Persetujuan Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) adalah sebagai berikut (Pasal 10 ayat (2) Permen ATRBPN 13/2021) : 

 

Pendaftaran

Pendaftaran dilakukan oleh Pelaku Usaha melalui Sistem Online Single Submission (OSS) dengan menyertakan dokumen usulan kegiatan yang dilegkapi dengan :

  1.     Koordinat Lokasi;
  2.     Kebutuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang;
  3.     Informasi penguasaan tanah;
  4.     Informasi jenis usaha
  5.     Rencana jumlah lantai bangunan;
  6.     Rencana luas lantai bangunan;
  7.     Rencana teknis bangunan dan/atau rencana induk kawasan.

 Penilaian Dokumen oleh Menteri melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang 

Penerbitan PKKPR berupa keputusan : 

  1.     Disetujui (Seluruhnya atau sebagian)
  2.     Ditolak dengan disertai alsan penolakan

 

Peresetujuan Lingkungan

Dalam pasal 3 PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. disebutkan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) menjadi prasyarat untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) sebelum dapat melaksanakan kegiatan usaha hulu migas. 

 

Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)

Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik Bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat Bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis Bangunan Gedung (Pasal 1 angka 17 PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Pemohon diwajibkan untuk menggunakan SIMBG berbasis web untuk proses pengajuan izin terkait, yaitu melalui laman simbg.pu.go.id.

Adapun Proses pendaftarannya yaitu: 

  1. Membuka website simbg.pu.go.id
  2. Melakukan pendaftaran dengan membuat akun baru
  3. Login apabila sudah memiliki akun
  4. Melengkapi data diri pemohon dan klik 
  5. Mengisi form terkait
  6. Proses telah berhasil.

 

Perizinan Usaha Pada Sektor Minyak dan Gas Bumi juga diatur diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 52 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perizinan Pada Kegiatan Usaha Minyak Dan Gas Bumi (Permen ESDM 52/2018) yang mengatur mengenai regulasi perizinan berusaha minyak dan gas bumi.

Perizinan pada kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi meliputi

  1. Izin Survei; 
  2. Izin Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi; 
  3. Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi; 
  4. Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi; 
  5. Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi; dan 
  6. Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi

 

PENERAPAN PADA SEKTOR MIGAS

Pemerintah telah mendorong berbagai kebijakan untuk produktivitas sektor minyak dan gas bumi (Migas), mulai dari optimalisasi produksi lapangan existing, transformasi resources to production, hingga peningkatan teknologi bersih seperti carbon capture and storage atau carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS). 

 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas). Salah satu upaya Pemerintah untuk mewujudkan sektor migas rendah emisi dan mendorong peningkatan produksi migas. 

 

CCS/CCUS merupakan hal baru bagi Indonesia sehingga penyusunan regulasinya dilakukan mulai dari perancangan hingga tahap implementasi. Pertimbangan dalam penyusunan aturan ini adalah Indonesia memiliki formasi geologis yang dapat digunakan untuk menyimpan emisi karbon secara permanen melalui penggunaan teknologi dalam kegiatan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS), sehingga dapat mendukung upaya pencapaian target komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change) menuju arah pembangunan rendah emisi gas rumah kaca pada tahun 2050. 

 

Pertimbangan lain dalam aturan yang terdiri dari 11 bab dan 61 pasal tersebut yaitu pelaksanaan kegiatan CCS/CCUS juga bermanfaat untuk mendorong peningkatan produksi migas. Mengenai pelaksanaan CCS/CCUS pada wilayah kerja hulu migas, terdapat empat fokus yang diatur dalam Peraturan Menteri ini yaitu Aspek Teknis, Skenario Bisnis, Aspek Legal dan Aspek Ekonomi. 

 

Aspek Bisnis dalah aturan ini terdapat 2 (dua) hal penting yaitu : 1) capture, transport, injection, storage sampai dengan monitoring measurement, reporting dan verification 2) menggunakan standar dan kaidah keteknikan yang baik berdasarkan karakteristik masing-masing lokasi

 

Skenario Bisnis dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama pada wilayah kerja migas

 

Aspek Legal, usulan kegiatan CCS/CCUS oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menjadi bagian dari Plan of Development (PoD). Selain itu, diatur pula mengenai pengalihan tanggung jawab ke Pemerintah dan sebagainya.

 

Aspek Ekonomi, mengatur tentang pendanaan pihak lain, potensi monetisasi karbon kredit berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

 

Target long term plan (LTP) 2030 ditetapkan dengan 4 (empat) pilar; 1.) improving existing asset value, yaitu lapangan-lapangan yang 80 – 90 persen sudah grown field masih dioptimalisasikan untuk tetap bisa mempertahankan produksi 2.) mengubah sumber daya menjadi produksi seperti mereview terhadap kegiatan Kontraktor Kerja Sama (KKKS) hingga proses penyusunan Plan of Development (POD) atau Proposal Pengembangan lapangan migas 3.) implementasi teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) yang berpotensi memperpanjang umur produksi lapangan 4.) melakukan kegiatan eksplorasi. 

 

Penerapan CCUS juga terkait dengan target Pemerintah untuk meningkatkan minyak menjadi 1 juta barel per hari minyak bumi dan 12 miliar kaki kubik per hari gas bumi pada tahun 2030 dengan mengoptimalkan produksi lapangan yang ada, mencari cadangan baru melalui eksplorasi dan peningkatan migas nasional produksi melalui EOS/EGR.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *