Setiap Badan Usaha yang menerima penghasilan berkewajiban untuk membayar pajak, baik bulanan maupun tahunan kepada pemerintah. Pajak Penghasilan Badan (PPhB) atau PPh Badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan suatu perusahaan atau badan. Setiap Badan Usaha yang menerima penghasilan berkewaiban untuk membayar pajak, baik bulanan maupun tahunan kepada pemerintah.
Perhitungan Tarif
Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi Fiskal merupakan proses penyesuaian hasil perhitungan secara komersial (berdasarkan ketentuan akuntansi) ke perhitungan fiskal (berdasarkan ketentuan perpajakan), sehingga proses penyesuaian tersebut akan diperoleh laba bersih menurut pajak (secara fiskal). Umumnya, rekonsiliasi fiskal dilakukan karena terdapat perbedaan perhitungan antara laba komersial (yang disusun berdasarkan ketentuan akuntansi) dengan laba fiskal (yang disusun berdasarkan ketentuan perpajakan).
Terjadinya perbedaan tersebut disebabkan karena adanya Beda Tetap (Permanent Differences) dan Beda Waktu (Timing Differences). Beda tetap umumnya terjadi karena peraturan perpajakan mengharuskan beberapa hal dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Sedangkan beda waktu terjadi akibat adanya perbedaan pengakuan pendapat dan beban antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan ketentuan perpajakan yang disebabkan oleh pergeseran pengakuan pendapatan atau beban dari satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya.
Tarif PPh Badan
Secara umum, PPh Badan dihitung berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan neto, setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian.
1. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh
Mulai tahun pajak 2020, pengenaan Tarif Umum PPh Badan diperkecil menjadi 22% yang mana sebelumnya pada tahun 2010 sebesar 25%. Perubahan tarif ini didasarkan pada prinsip bahwa tarif tunggal selaras dengan prinsip netralitas dalam pengenaan pajak bagi wajib pajak badan.
2. Tarif PPh Pasal 31E ayat (1) UU PPh
Tarif ini memberikan fasilitas atau pengurangan sebesar 50% atas tarif yang dikenakan pada laba bersih terhadap Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang melakukan pembukuan dan memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 dalam satu tahun pajak.
3. Tarif PPh Final (PP 55 Tahun 2022)
Tarif ini menjelaskan fasilitas pajak berupa penetapan pajak sebesar 0,5% terhadap WP Orang Pribadi atau Badan Dalam Negeri yang hanya melakukan pencatatan namun tidak melakukan pembukuan dan memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 dalam satu tahun pajak sebagaiaman diatur dalam Pasal 56 ayat (2) PP 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan).
Kredit Pajak
Kredit Pajak merupakan pajak yang telah dibayarkan kepada pihak lain baik melalui pemotongan maupun pemungutan, sehingga dapat diperlakukan sebagai pengurang dari jumlah pajak terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan. Artinya, pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh wajib pajak maupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun pajak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 192/KMK.03/2018 bahwa Kredit Pajak PPh meliputi beberapa jenis yaitu:
- Kredit Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
- Kredit Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
- Kredit Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24
- Kredit Pajak Dibayar di Muka Lainnya.
PPh Kurang/Lebih Bayar
PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29) adalah pajak yang terutang suatu tahun pajak lebih besar dibandingkan kredit pajak. Nilai kekurangan ini yang harus dibayarkan oleh wajib pajak ke kas negara sebelum SPT Tahunan PPh dilaporkan paling lambat 30 April setelah Tahun Pajak berakhir jika tahun buku sama dengan tahun kalender. Sedangkan, apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya dimulai tanggal 1 Juli s/d 30 Juni maka dilaporkan paling lambat 31 Oktober.
PPh Lebih Bayar (PPh Pasal 28A) adalah pajak yang terutang suatu tahun pajak lebih kecil dibandingkan kredit pajak. Kelebihan ini dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk meminta pengembalian kelebihan pajak (restitusi) atas kelebihan tersebut dan dapat memiliki untuk dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
Fasilitas Pajak bagi Perseroan Tbk
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar :
- 22% yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021;
- 20% yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Sedangkan, khusus untuk Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk), akan mendapatkan tarif PPh Badan 2023 terbaru 3% lebih rendah dari penurunan PPh Badan secara umum.
Penurunan tarif PPh Badan 2023 lebih rendah 3% bagi Perusahaan Tbk ini apabila memenuhi syarat :
- Jumlah kepemilikan saham publik sebesar 40% atau lebih dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 pihak.
- Setiap pihak di dalam Perseroan Terbuka hanya diizinkan menguasai saham di bawah 5% dari keseluruhan saham yang diperdagangkan dan disetor penuh.
- Saham yang diperdagangkan dan disetor pada bursa efek wajib dipenuhi dalam kurun waktu paling sedikit 180 hari kalender (6 bulan) selama jangka waktu 1 tahun pajak.
- Perseroan Terbuka menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
- Perseroan Terbuka yang tidak membeli kembali sahamnya
- Pemegang saham pengendali dan/atau pemegang saham utama tidak memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak Perseroan Terbuka
Mekanisme Penghitungan PPh Badan :
1. Penghasilan Kena Pajak, dimana penghasilan neto fiskal dikurangi dengan kompensasi kerugian fiskal.
Penghasilan neto fiskal merupakan penghasilan neto yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan perpajakan. Sedangkan, kompensasi fiskal adalah kerugian yang dialami badan. Apabila menggunakan pembukuan, kerugian tersebut dapat dikompensasi selama 5 (lima) tahun secara berturut-turut.
2. Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang
Untuk mendapatkan nominal ini, dapat mengalihkan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif ajak yang berlaku. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 22%.
Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada wajib pajak dalam negeri dengan ketentuan sebagai berikut :
- Berbentuk perseroan terbuka
- Memiliki sedikitnya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia
- Tarif yang dikenakan sebesar 5% lebih rendah dari tarif normal.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka cara menghitung pajak penghasilan badan adalah:
PT A memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak badan adalah senilai Rp2.000.000.000, maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah 25% x Rp2.000.000.000 = Rp500.000.000.
Angsuran PPh 25
Angsuran PPh 25 adalah pembayaran pajak penghasilan secara angsuran setiap bulan dalam berjalan yang bertujuan meringankan beban Wajib Pajak. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan. Pada akhir tahun pajak, PPh 25 dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak terhadap PPh terutang.
Angsuran PPh 25 bagi Wajib Pajak Badan untuk suatu tahun pajak dihitung sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan :
- Kredit Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
- Kredit Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
- Kredit Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24
Kemudian, hasil dari pengurangan tersebut dibagi 12 (dua belas) dalam satu tahun pajak. Sehingga diperoleh besarnya angsuran PPh 25 untuk tahun pajak tersebut.
Pelaporan dan Pembayaran
Pelaporan
Pelaporan penghasilan, harta dan kewajiban Wajib Pajak Badan dilakukan setahun sekali dalam bentuk formulir SPT Tahunan 1771 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak badan terdaftar.
Periode pelaporan SPT PPh Badan adalah tanggal 1 Januari s/d 31 Desember dan harus dilaporkan ke KPP sebelum tanggal 30 April pada tahun berikutnya.
Wajib Pajak Badan diberikan kebebasan untuk menentukan bentuk pelaporan SPT Tahunan PPh Badan dengan formulir ke KPP terdaftar atau melalui aplikasi lapor SPT elektronik. Setelah melakukan pelaporan, Wajib Pajak akan memperoleh Bukti Penerimaan Elektronik (BPE).
Pembayaran
Pembayaran pajak terutang Wajib Pajak Badan dilakukan setelah mengetahui nominal pajak kurang bayar di akhir periode. Batas waktu pembayaran PPh Badan yaitu sebelum SPT Tahunan disampaikan, yaitu sebelum tanggal 30 April periode berikutnya.
Pembayaran pajak penghasilan Badan Terutang menggunakan aplikasi e-Billing dengan cara membuat ID billing terlebih dahulu, lalu membayarnya melalui Bank Persepsi (ATM, teller bank, internet banking) yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan.
Setelah melakukan pembayaran, akan memperoleh Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti pembayaran yang nantinya digunakan untuk laporan pajak kepada kantor pajak.
Sedangkan, untuk pembayaran angsuran PPh 25 selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan jatuh tempo.
PPh 25 dianggap telah dilaporkan jika telah dibayar dan mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sesuai tanggal yang tercantum pada Surat Setoran Pajak atau Bukti Penerimaan Elektronik (BPE), sehingga Wajib Pajak tidak perlu lapor SPT Masa PPh 25. Apabila tidak mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus melaporkan SPT Masa PPh 25 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.